Sacred Bonds dan Ketahanan Spiritual: Forum Dosen FISIP #30 Soroti Stabilitas Pernikahan di Era Modern

CASSR
4 Min Read

Bandung, 7 Agustus 2025 – Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Sunan Gunung Djati Bandung kembali menggelar kegiatan ilmiah rutin melalui Forum Dosen FISIP (FDF)  edisi ke-30, yang kali ini mengangkat tema “Sacred Bonds: Exploring Spiritual Resilience in Marital Stability” atau “Ikatan Suci: Menelusuri Peran Ketahanan Spiritual bagi Keberlangsungan Pernikahan.” Diselenggarakan oleh Centre for Asian Social Science Research (CASSR), kegiatan diskusi bulanan ini berlangsung pada Kamis, pukul 09.00 WIB, bertempat di Aula FISIP Lantai 1, dan menghadirkan Meli Fauziah, M.A., dosen Jurusan Sosiologi, sebagai narasumber utama. Forum ini dimoderatori oleh Pasqa M dan dihadiri oleh puluhan dosen dari berbagai program studi di lingkungan FISIP.

Dalam pembukaan acara, moderator menekankan bahwa topik ini sangat relevan di tengah meningkatnya angka perceraian di Indonesia, khususnya berdasarkan laporan dari Pengadilan Agama Kabupaten Cirebon tahun 2024. Data tersebut menunjukkan adanya urgensi pendekatan baru dalam menjaga keberlangsungan rumah tangga di masyarakat. Narasumber, Meli Fauziah, kemudian memaparkan hasil penelitiannya yang mendalami konsep ketahanan spiritual (spiritual resilience) sebagai salah satu faktor penting dalam menjaga stabilitas pernikahan.

Dalam paparannya, Meli Fauziyah menguraikan bahwa pendekatan struktural seperti pelatihan pranikah melalui BP4 dan mekanisme mediasi berdasarkan PERMA No. 1 Tahun 2016, meskipun sudah diimplementasikan secara luas, masih dinilai belum efektif dalam menekan angka perceraian. Oleh karena itu, penelitiannya menawarkan pendekatan alternatif berbasis ketahanan spiritual. Konsep ini didefinisikan sebagai kemampuan pasangan untuk menghadapi tekanan pernikahan melalui nilai-nilai spiritual seperti kesabaran, pengampunan, rasa syukur, dan komitmen religius terhadap janji pernikahan.

Menggunakan teori AGIL (adaptation, goal attainment, integrity and latency) dari Talcott Parsons sebagai kerangka teoritik penelitiannya, Meli Fauziah menemukan bahwa keyakinan akan kematian (94,4%) dan kesadaran akan kehadiran Tuhan (77,8%) menjadi pilar utama dalam orientasi pernikahan para responden perempuan. Salah satu narasumber lapangan menyatakan bahwa ketika pernikahan diniatkan sebagai bentuk ibadah, maka seluruh aktivitas rumah tangga, mulai dari merawat pasangan hingga membesarkan anak, juga menjadi bagian dari ibadah.

Diskusi berkembang dengan membahas bagaimana adaptasi spiritual diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari pasangan. Ini mencakup kesepakatan bersama (dyadic consensus) dalam hal visi hidup, keuangan, pembagian peran, dan prinsip hidup; kepuasan relasi (dyadic satisfaction); kelekatan emosional (dyadic cohesion); dan ekspresi kasih sayang yang saling disepakati. Selain itu, Meli Fauziah menekankan pentingnya menjadikan nilai-nilai agama sebagai dasar komunikasi dan pengambilan keputusan dalam rumah tangga. Suami diharapkan tidak hanya menjadi kepala keluarga dalam struktur sosial, tetapi juga menjadi pembimbing spiritual bagi istri dan anak-anaknya.

Melalui pendekatan ini, spiritualitas tidak hanya dilihat sebagai ritual keagamaan, melainkan sebagai kerangka berpikir dan bertindak yang menumbuhkan kekuatan batin dalam menghadapi tantangan rumah tangga. Dalam konteks ini, pernikahan tidak hanya dipahami sebagai ikatan legal atau emosional, tetapi juga sebagai jalan menuju kedekatan dengan Tuhan. Dengan demikian, membangun komunikasi yang jujur, melakukan praktik keagamaan bersama, dan memberikan bimbingan spiritual satu sama lain menjadi strategi utama dalam memperkuat fondasi rumah tangga.

Forum Dosen FISIP (FDF) #30 ini berlangsung dengan antusiasme tinggi. Para peserta memberikan apresiasi atas pendekatan segar yang ditawarkan, serta mendiskusikan peluang penerapan temuan ini dalam bidang kajian keluarga, konseling pranikah, dan kebijakan sosial. Sebagai penutup, Meli Fauziah  sebagai narasumber menegaskan bahwa ketahanan spiritual bukan hanya menjadi solusi personal, tetapi juga dapat menjadi inspirasi bagi pembentukan program edukasi keluarga yang lebih komprehensif dan berkelanjutan.

Program diskusi bulanan ini tidak hanya memperkaya wawasan akademik sivitas akademika FISIP, tetapi juga memberikan kontribusi nyata terhadap perumusan pendekatan baru dalam isu-isu sosial kontemporer. Acara ditutup dengan pemberian apresiasi kepada narasumber dan dokumentasi bersama seluruh peserta.

Share This Article