FDF #31: “Menuju Kampus Inklusif: Refleksi dan Arah Kebijakan Disabilitas di Perguruan Tinggi”

CASSR
3 Min Read

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Sunan Gunung Djati Bandung bekerja sama dengan Center for Asian Social Science Research (CASSR) menyelenggarakan Forum Dosen FISIP (FDF) ke-31 pada Rabu, 17 September 2025, di Aula FISIP 1. Forum ini mengangkat tema “Menuju Kampus Inklusif: Refleksi dan Arah Kebijakan Disabilitas di Perguruan Tinggi” dengan menghadirkan Pasqa M, S.H.Int., M.I.Pol. sebagai pemateri dan Ami Afriyani, M.AP. sebagai moderator.

Dalam pemaparannya, Pasqa menekankan bahwa isu disabilitas di perguruan tinggi tidak hanya menyangkut ketersediaan fasilitas fisik, tetapi juga perubahan cara pandang civitas akademika. Menurutnya, kampus inklusif harus dibangun melalui kesadaran bersama bahwa kesetaraan akademik bukan sekadar fasilitas tambahan, melainkan hak fundamental bagi setiap mahasiswa. Data Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa terdapat sekitar 23,63 juta jiwa atau 8,5 persen penduduk Indonesia merupakan penyandang disabilitas. Namun, hanya 7,78 juta jiwa atau 2,8 persen yang berhasil menempuh pendidikan hingga ke perguruan tinggi. Dari total 4.523 kampus di Indonesia, baru sekitar 90 perguruan tinggi yang memiliki Unit Layanan Disabilitas (ULD). Fakta ini menandakan masih terbatasnya dukungan struktural bagi mahasiswa disabilitas.

Diskusi ini juga menyoroti tantangan yang dihadapi penyandang disabilitas, baik dalam bentuk keterbatasan aksesibilitas fisik maupun hambatan non-fisik seperti kebutuhan pendampingan akademik, layanan kesehatan mental, dan penyediaan materi pembelajaran yang adaptif. Wakil Dekan II FISIP, Faisal Fikri, menegaskan pentingnya penyamaan cara pandang terkait kampus inklusif sebagai fondasi awal sebelum melakukan investasi pada sarana pendukung. Hasil penelitian yang dipresentasikan dalam forum merekomendasikan sebuah policy matrix sebagai panduan implementasi kebijakan inklusif. Matriks tersebut mencakup aspek formulasi dan sosialisasi kebijakan, peningkatan layanan dan infrastruktur, pelatihan bagi dosen dan tenaga kependidikan, partisipasi mahasiswa, hingga mekanisme monitoring dan evaluasi.

Secara operasional, kebijakan inklusif diusulkan meliputi tiga fase layanan: sebelum, selama, dan setelah studi. Pada tahap awal, diperlukan jalur penerimaan ramah disabilitas dan audit aksesibilitas. Selama studi, dukungan berupa juru bahasa isyarat, materi pembelajaran yang dapat diakses, serta asesmen adaptif perlu diperkuat. Setelah studi, pusat karier kampus diharapkan menyediakan layanan transisi kerja yang inklusif dengan melibatkan dunia usaha dan industri. Forum ini juga menekankan pentingnya penguatan kapasitas sivitas akademika melalui pelatihan Universal Design for Learning secara berkala, serta pembentukan kanal partisipasi mahasiswa untuk menyampaikan aspirasi. Transparansi dan akuntabilitas diusulkan diwujudkan melalui dashboard kinerja inklusi dan pelaporan periodik.

Melalui kolaborasi FISIP dan lembaga Kajian seperti CASSR, forum ini menjadi refleksi sekaligus komitmen bersama untuk mendorong lahirnya kebijakan kampus inklusif yang berkelanjutan. UIN Bandung menargetkan dapat menjadi rujukan perguruan tinggi inklusif di Indonesia, yang tidak hanya memenuhi amanat regulasi, tetapi juga mengupayakan keadilan sosial bagi seluruh mahasiswa.

Share This Article